Pagi menggulung malam yang pekat gempita. Matahari masih mengintip
manja dalam belaian fajar. Semilir segar angin pagi menembus jelaga malam
sebelum kota ini terbalut asap manusia dan segala penat yang menantinya.
Sedangkan mendung tetap setia mencumbu mentari yang manja. Yah, sudah sebulan
ini kota tak lepas dari rinai hujan. Setidaknya aku salah satu menyuka bau
tanah basah, sayang sekali sudah tak banyak tanah di kota ini, semua tertutup
pekatnya aspal atau cor semen. Aku masih duduk menyandarkan kepalaku pada
silangan lengan di etalase jendela sederhana. Pagi ini aku sama sekali tak
bernafsu untuk kembali ke kantor. Rasanya aku ingin berbalut tidur yang panjang
agar segalanya enyah dari kepalaku.
Anyelir, hidup ini bukanlah panggung sandiwara yang kau tata. Anyelir,
dunia ini bukanlah suatu pertunjukan yang bisa kau sutradarai seenaknya. Dunia
ini juga bukan seruangan berisi manusia yang bisa kau gurui sekenannya. Yah
begitulah kira-kira aku mengatai diriku sendiri jika memang aku terlalu munafik
ingin seperti ini. Tak sedikit dari mereka menyebutku seorang “nona Idealis”
yang kerap berusaha membuat skenario dari kehidupan, bahkan seseorang pernah
menyarankanku untuk melamar menjadi Tuhan. Jika menjadi Tuhan adalah sebuah
pekerjaan. Adakah yang ingin mengatur orang di seluruh dunia ini ? adakah
manusia yang ingin mengingat segala dosa dan kebaikan dari seluruh orang di
dunia ini ? dan apakah ada yang dengan kekuasaannya memaafkan umat yang
berkali-kali membuat dosa ? tentunya tak akan ada manusia yang bisa karena itu
hanya Allah SWT satu, amin.
Aku benci dibohongi. Entah mengapa. Tapi aku sering berbohong. Entah
mengapa pula. Hidup ini memang seperti roda yang berputar. Segala yang terjadi
di kehidupan ini merupakan siklus yang pasti dan rata akan terjadi. Karma
adalah suatu hal yang sulit ditangkap logika namun sering kali terbukti adanya.
Sebenaranya itu hanyalah sebagian kecil dari kekuasaan Tuhan yang menyatakan
bahwa Tuhan adil pada umatNya. Jadi yang terjadi untukku saat ini adalah
sebagian dari keadilan itu ?
Patricia Anyelir Binggar. Siapa yang tak mengenal nama itu ? aku
memang pribadi yang sedikit arogan. Setidaknya seluruh lapisan atmosfer di
kantorku yang memiliki 6 lantai ini semuanya mengenalku. Anye yang selalu
menjadi best employee of the years. Selama 3 tahun berturut-turut. Ya, baru 2
tahun aku menjajaki dunia kerja dan aku menjadi seorang Editor yang dapat
‘diandalkan’ yang selalu memunculkan ide-ide baru di setiap meeting yang
diselenggarakan, yang selalu mempresentasikan sesuatu dengan memukau, dan yang
muda akif cantik dan ... terlalu mudah bergaul, begitu terbuka dan lepas.
Itulah sisi entah negatif atau positif dari diriku. Tentunya setiap orang
senang dengan seseorang yang sesupel diriku, tapi tidak demikian untuk
pasanganku.
Langit. Aku sudah bersamanya kira-kira selama 5 tahun terakhir ini.
Aku mencintainya. Tentu saja aku tak sekedar menyayanginya tapi juga
mencintainya. Tak mungkin aku dapat bertahan selama ini bila rasa cintapun
sudah tak ada. Tetapi menjalin hubungan tidaklah semudah membalik telapak
tangan. Aku dan langit bukan tak lagi pernah mengalami permasalahan namun
sering bahkan langganan memiliki permasalahan. Apalagi semenjak aku kerja dan
kita tidak sekantor tentunya. Semua terasa bertambah berat. Kepercayaan memang
sesuatu yang mudah diucapkan namun cukup sulit untuk dipercaya. Entah aku,
entah Langit. Kami sama-sama memiliki
ketakutan yang sama besarnya. Ketakutan itu sering kali membuat satu
sama lain gemar menuduh dan tentu saja itu semua hanya akan bermuara pada sebuah
pertengkaran kecil yang terasa menyenangkan.
Jossa. Sama dengan Langit, ia rekan seangkatanku saat kuliah dulu.
Bedanya disini, Langit sangat membencinya. Suatu alasan yang mungkin sulit ku
pahami sebagai wanita. Tapi aku tetap berusaha memahaminya sesuai dengan
kemampuanku. Tetapi masalahnya disini Jossa juga seseorang yang baik
terhadapku. Entah bagaimana kebaikan itu sebenarnya hanya saja dia adalah orang
yang dulu sempat mengulurkan tangannya ketika aku terjatuh. Walaupun demikian,
aku ataupun dia tak pernah menganggap ini sesuatu yang lebih, ini hanya sekedar
pertemanan biasa bahkan kami sama-sama mengungkapkan bahwasannya kami sama-sama
memiliki orang yang terkasih dan itu bukan salah satu dari kami. Namun Langitku
akan tetap menjadi Langitku. Ia sama sekali tak suka aku bergaul dengannya.
Sering kali aku berusaha untuk menuruti kemauan Langit bahkan sampai berjanji
kepadanya. Namun semua itu sama seringnya dengan frekuensi aku gagal dan
mengingkari janjiku sendiri. Sebenarnya aku sangat membenci tindakanku yang
seperti ini namun semuanya tak semudah yang dibayangkan ketika kita dihadapkan
pada 2 orang yang sama-sama berarti, tidak sama, jelas sekali aku mencintai
Langit, tapi Jossa, aku berhutang budi padanya dan budi sulit dibayar.
Konyolnya lagi aku bukan seseorang yang tega untuk menolak seseorang yang
meminta bantuan. Keadaan ini semakin keruh ketika Jossa bekerja di kantor yang
sama denganku hanya saja departemen kita berbeda, namun ia sering meminta
bantuan mengenai urusan kantor.
Aku menghindarinya sekuat tenaga demi Langitku. Tapi kurasa Tuhan tak
rela jika semua ini terlalu mudah. Semakin aku menghindarinya kurasa api
pertengkaran dengan Langit semakin muncul dan siap membesar dan membakar
bahtera kami. Sejak kuliah sampai dengan kerja sudah tak terhitung lagi berapa
kali kami berselisih paham hanya karena Jossa. Aku juga yang bersalah. Entah
mengapa aku begitu takut untuk sekedar jujur bahwa Jossa meminta bantuanku.
Tapi apa bedanya jika Langit adalah orang yang sangat perasa dan dia akan mengetahui
dusta yang ku perbuat ? semua itu hanya akan semakin keruh. Aku semakin tak
mengerti bagaimana jalan pikiranku dan bagaimana aku bisa terbebas dari masalah
seperti ini karena aku sudah cukup bosan dengan semua ini.
Puncaknya adalah sepekan kemarin. Selama aku kuliah sampai aku kerja
dan semenjak Langit melarangku untuk dekat dengan Jossa walaupun hanya
berteman, aku memang sudah menghindarinya dan mengurangi kemungkinan keretakkan
hubunganku dengan Langit. Tetapi lagi-lagi semua itu tak semudah membalik
telapak tangan. Malam itu tergesa sekali Jossa datang ke rumahku untuk meminta
sebuah data untuk presentasi kantor keesokan harinya, malam itu tengah malam
seusai Langit mengantarkanku pulang. Aku juga tak mengerti mengapa ia harus
memintanya padaku sedangkan aku yakin rekan kerja yang lain juga memilikinya.
Entahlah. Aku sempat ingin memberi tahu Langit tentang maksudnya, tapi
ketakutan itu mencekik langkahku, serasa setan yang berbisik untuk memaksaku
berdusta karena tanpa berdusta jelas Langit tak akan mengijinkannya sedangkan
Jossa terus memohon. Aku tak tega tapi kadang aku terlalu tega tanpa ku sadari.
Ya kingkritnya, aku tak tega menolah permohonan Jossa tapi aku begitu tega
membohongi Langitku yang sangat ku cintai. Semua ini terasa mulai tidak masuk
akal. Lagi-lagi aku tak mengerti apa yang ada di otakku saat itu. Semuanya
memang benar, aku bukan cleaning service
yang rajin bersih-bersih termasuk membersihkan pesan masuk di ponselku.
Keesokan harinya seperti biasa Langit menemaniku makan siang, dan ponselku. Ya,
dia membacanya. Semuanya. Ditamparpun mungkin aku akan diam. Karena semua ini
salahku. Ia begitu murka. Bahkan di meja itu juga ia memutuskan hubungan kita.
Aku sama sekali tak menangis. Hanya saja aku ingin menjatuhkan diriku ke dalam
samudra terdalam. Sesak dipenuhi rasa bersalah. Tak pernah Langit seperti ini,
apakah dia sudah cukup muak denganku ? mungkin. Aku tak pernah mendengar ia
ingin memutuskan hubungan kami. tapi kali ini aku yakin ia tidak sedang
menggertakku. 5 tahun aku bersamanya baru kemarin ia membentakku. Aku hanya
diam. Menangis walaupun aku sadar tangisanku hanya akan mempermalukan diriku
sendiri. Aku tahu, Langit hanya akan menganggap tangisan itu sebagai air mata
buaya. Tetapi rasanya benar-benar sakit. Aku tak ingin kehilangannya ... Ya, ia
memelukku dengan sabar dan menarik kata-katanya untuk berpisah. Aku semakin
terisak. Rasanya aku orang paling berdosa, apa aku ini selalu menyakiti hatinya
... orang yang sangat mencintaiku. Bahkan yang memilih mati apabila sampai aku
melakukan kesalahan ini lagi. Tak ada yang ingin aku katakan selain aku
berusaha untuk membenahi semua ini meskipun terlambat. Aku mencintai Langit dan
akan kulepas segalanya demi mempertahankan dia. Karena cinta bukan sekedar
dusta.
-to be continued-