Wednesday, October 31, 2012

INDONESIAKU MALANG, INDONESIAKU MENANGIS



Indonesiaku malang, Indonesiaku menangis. Saya hanya menonton satu sesi salah satu acara berita di sebuah stasiun televisi. Tetapi rasanya bergidik menyimak rentetan berita yang sangat memprihatinkan. Dimulai dari penculikan bayi yang terus marak, tawuran pelajar, tawuran antar warga, aksi mahasiswa, hingga beras miskin yang tidak layak dikonsumsi. Betapa tidak menangis bumi pertiwi kami ? melihat kini, kenyataan yang pahit semakin bergelimpangan. Entah apakah saya yang terlalu subjektif menyaksikan berita-berita yang memilukan, ataupun pemburu berita yang nampaknya lebih cenderung ke berita yang menohok dan mencoreng nama negeri ini, namun itu tetaplah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Berita-berita tadi bukanlah berita yang asing di telinga kita semua. Berita tersebut sudah acap kali kita lihat dan kita dengar, namun demikian tidak menjadi koreksi dari semua pihak terkait, yang ada semuanya semakin marak dan seolah-olah menjadi trend baru di bangsa ini. Khususnya tawuran. Tawuran antar pelajar yang sudah membuahkan hasil, ya. Beberapa penerus bangsa ini kini telah tinggal nama hanya sebagai korban tawuran, memilukan. Masih tentang tawuran, bukan hanya ABG ABG yang notabennya mungkin masih labil, namun orang-orang dewasa yang seharusnya sudah matang juga ikut andil dalam menaikan rating tawuran di negeri ini. Bagaimana tidak ? tawuran antar warga, tawuran antar desa terus bergelimpangan di beberapa daerah di nusantara. Dimana para tetua-tetua desa ini yang dulu kala selalu menjadi kontrol para pemuda ? apakah sudah tiada dan tak ada penerusnya ? berbagai alasan terus dikemukakan, dari pelecehan seksual sampai sakit hati atau sebagainya. Saya sedikit aneh dengan semua ini, apabila memang ada warga yang bersalah dan melanggar hukum, maka sudah ada penegak hukum di negara ini. Ya, kecuali negara ini sudah berubah bentuk menjadi negara rimba yang semua harus diselesaikan dengan kekerasan, UUD 1945 dan pancasila sendiri sudah tidak ada harganya. Aparat hukum kini sudah tidak ada wibawa dan kehormatannya. Beberapa cuplikan menggambarkan adegan saling tendang antar aparat dan warga. Benar-benar seperti jaman perang di tengah-tengah negara yang sudah merdeka. Kita tak seharusnya berjuang dengan kekerasan lagi seperti saat perang, tetapi kita harus berjuang dengan otak dan pikiran untuk pembangunan dan kemajuan Indonesia. Nampaknya itu terlalu teoritis melihat keadaan yang ada. Siapa yang harus dipersalahkan ? ketika aparat penegak hukum tidak lagi ditakuti dan dihormati, beberapa kasus yang menyandung POLRI memang sedikit mencoreng nama baik POLRI di tengah masyarakat. Karena masyarakat merupakan objek yang dinamis, seharusnya POLRI lebih berhati-hati dalam bertindak, sehingga tidak menjatuhkan kehormatan dan wibawanya sendiri sebagai penegak hukum. Lalu apakah ini salah masyarakat ? permasalahan di negara ini terlalu kompleks, perilaku masyarakat yang demikian bisa saja dipicu karena tingkat pendidikan yang rendah. Lalu salahkah negara ini jika pendidikan mahal ? sedangkan dirasa subsidi untuk pendidikan telah dikucurkan sedemikian rupa, namun masih saja tak merangkul seluruh elemen di negara ini untuk bersekolah. Bagaiamana ? inilah tugas kita semua untuk mencari pemecahan dan jalan keluarnya. Terlebih lagi tawuran yang berlangsung terus berulang dan menyisakan kenangan berupa korban tewas yang mungkin tidak bersalah apa-apa. Lalu bagaimana tindakan kongkrit pemerintah ? mungkin Undang-undang Keamanan Nasional menjadi jawabannya. Jujur, saya sendiri belum paham benar seperti apa undang-undang ini. Tetapi jika memang ini solusi dari pemerintah tak ada salahnya untuk diterapkan. Apa masalahnya ? mahasiswa, beberapa kelompok mahasiswa melakukan aksi demonstrasi terkait UU ini. Jelas saja para mahasiswa ini menolak. Semua berseru, “INDONESIA INI NEGARA DEMOKRASI, KALO ADA UNDANG-UNDANG ITU SAMA AJA INDONESIA BALIK KE ORDE BARU.” Begitulah ... pertanyaan besar yang ada di kepala saya adalah, “LALU ADAKAH SOLUSI LAIN HAI PARA MAHASISWA ?????” saya juga seorang mahasiswa, tetapi saya tidak demikian idealis dengan kata ‘orde lama’, ‘orde baru’, dan reformasi. Saya lebih memandang ke kenyataan yang terus bergulir di negara ini. Bisakah para mahasiswa menjamin aman negara ini tanpa adanya undang-undang tegas dan perilaku yang tegas. Karena perilaku keras juga harus dibayar keras jika memang sudah tidak memungkinkan. Sedangkan para penegak hukum yang dibekali kemampuan dan persenjataan saja realistisnya belum bisa mengatasi. Bahkan kasus penembakan aparat terus marak. Punya apa mahasiswa ? sekolah masih disubsidi rakyat, pemulung yang subsidi kita. Lalu harus kita terus mencari masalah ? terkadang malah menjadi penghalang. Seharusnya kekritisan mahasiswa ini tidak lagi hanya berwujud gemboran-gemboran protes dan mengkritisi sebuah kekurangan. Tetapi solusi yang membangun dan kongkrit dapat mengisi ketidaksetujuan mereka dengan program pemerintah. Begitulah makna sebenarnya bahwa mahasiswa adalah agen perubahan. Lalu orde baru, saya tidak bisa memastikan apakah ini benar atau hanya selentingan semata, dulu pada saat orde baru memang masyarakat tidak diperkenankan melakukan demonstrasi, apabila ada salah satu pembuat ricuh, maka para sniper di negara ini siap menembak mati para provokator tersebut. Tapi yang sedikit menggelitik hati adalah, ada seseorang yang pernah berbagi cerita pada saya bahwa di mayat tersebut akan ada note dan uang yang berisi bagi siapapun yang menemukan harap menguburkan mayat ini dengan layak. Kini reformasi telah tercetuskan dan negara yang sebenarnya belum siap untuk berdemokrasi ini menjadi negara demokrasi. Lalu dimana pencetus reformasi itu ? hanya kompor di tahun 1996 ? yang kini sudah tidak ada panas-pananya ? atau kita semua sudah lupa siapa dia ? atau pemburu berita yang kurang memberitakan kiprahnya ? entahlah. Tetapi Indonesia sebenarnya tidak sepenuhnya menjadi negara demokrasi. Masih banyak sisi gelap negara ini yang menunjukan negara ini liberal dan lain sebagainya. Dunia memiliki banyak bentuk negara, semuanya memiliki kekurangan dan kelebihan. Negara-negara menggunakan bentuk negara dan bentuk pemerintah sesuai dengan tindak rakyatnya dan bagaimana cara memajukan negara tersebut. Lalu ketika negara kita begitu bobrok dengan demokrasi, haruskah demokrasi ini tetap dipaksakan di negara ini ? tugas kita semua untuk mengkaji dan menemukan jawaban terbaik. Saya lebih tertarik ketika hukum sudah tidak ditakuti, memang untuk beberapa waktu hukum perlu mengembalikan keperkasaannya, para provokator harus dibrantas habis sepertihalnya para koruptor ! sudah saatnya hukum tidak pandang bulu dan tidak mudah dibeli dengan kertas bernilai. Bagaimana menurut kalian ? haruskah kebobrokan negara ini berlarut-larut ? harus berapa lagi yang tewas menjadi kenangan ? harus sampai kapan demokrasi setengah hati ini dipertahankan ? terkadang pilihan tegas dan menajemen mengambil resiko harus direalisasikan dan tidak hanya menjadi seonggok teori belaka.

No comments:

Post a Comment