Saturday, January 5, 2013

Dedicated to you, Muhammad Abdur Rosyid.


Aku ingin sekali hari ini adalah terakhir kali aku menuliskan namamu. Aku begitu mengetahui namamu adalah nama yang telah terukir dan akan diselimuti kenangan. Nama yang telah tergores dalam dan kekal di atas batu nisanmu. Dan kau yang tertidur pulas di dalam pusara terakhirmu. Adakah yang harus aku lakukan yang lebih baik daripada mendoakanmu, Mas ? Kau begitu siap melewati hari itu. Begitu siap.
Hari ini hari ke 3 kau pergi dan tak lagi di dunia ini. Setelah 3 Januari 2013 di RST Gatot Subroto Jakarta. Kau menghembuskan nafas terakhir untuk kami semua ... Aku begitu bangga kau menjadi seseorang yang begitu kuat di akhir hidupmu. Meskipun dulu aku sempat mencerca dirimu yang begitu lemah hanya karena aku meninggalkanmu. Tetapi aku begitu bangga, kau telah membayar segala caci yang dulu pernah ku ungkapkan padamu. Kerapianmu, kerapianmu dalam bertakwa kepada Allah SWT menjadikanmu pribadi yang begitu kuat menghadapi hari akhirmu. Ketika Israil mendatangimu dan menyatakan bahwa harimu di dunia ini telah berakhir. Kau menyempatkan menjauhkan kami yang kau sayangi agar tak menyaksikan betapa sakitnya saat nyawa kita bergulir keluar dari tubuh rapuh ini. Aku sering berfikir, kau begitu tega tidak menghubungiku bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk bersikap baik di hari akhirmu, setidaknya untuk membalas budimu kepadaku. Tetapi aku juga menyadari, hal ini kau lakukan karena kau begitu mengasihiku, kau tak ingin melihatku semakin sakit dan semakin terluka kehilangan dirimu karena cerita baru yang ku ukir. Kau membiarkanku menangisi kenangan beberapa tahun lalu daripada aku harus menangisi kenangan beberapa bulan lalu. Terima kasih. Kau begitu bijak menentukan langkahmu. Aku tidak mengerti bagaimana sakitnya menahan rasa sakit sendirian, tetapi kau melakukannya dengan sangat berani dan sangat rapi. Mungkin tahun 2003 pertama kali aku mendengar namamu, kemudian tahun 2013 aku berkata “aku pernah mengenalmu bahkan menjadi begitu dekat denganmu.” Angka 3. 10 tahun yang ku sia-siakan. Tapi inilah takdir. Yang tidak hanya harus aku terima namun juga aku wajib menerimanya dengan lapang dada. Karena apapun itu, Allah SWT menginginkan itu yang terbaik untuk kita semua. Bunga mawar yang dulu ... aku ingat kau lah orang yang sering memberikanku hal pertama namun kau juga yang selalu ku lupakan karena kebencianku. Sekarang aku menyadarinya, betapa aku membencimu hanyalah selubung tipis yang berpadu dengan rasa gengsi yang selalu ku junjung tinggi. Tuhan begitu keras mengajarkan kepadaku. Dan aku ingin belajar. Aku tak ingin merasakan perasaan beku dan hampa seperti ini, Mas.
Aku tak sanggup menuliskan kenangan-kenangan yang sangat berharga yang pernah kita lalui. Tetapi beberapa yang akan kekal abadi adalah bagiaman caramu menjadi seorang kakak yang baik untukku. Bagaimana caramu menjadi ayah yang baik untukku. Meskipun kau orang lain kau begitu mencintaiku dan lebih menyayangiku. Kau ajari aku mengaji, kau yang menjeputku ketika semua sibuk dengan urusannya. Kau yang meredamkan amarahku ketika aku merasa benci untuk sekedar hidup. Terimakasih. Telah menajdikan aku amelia yang sekarang. Betapapun baik atau buruknya diriku. Kau pernah membentukku untuk menjadi pribadi yang lebih baik, Mas. Adek tidak akan melupakannya.
Aku terkesan bodoh untuk semua ini. Aku menuliskan segala hal tentangmu bahkan aku tak tahu apa kau akan membacanya atau tidak. Tetapi aku hanya berusaha tidak menyesali karena tidak pernah mengatakannya. Tak ada yang aku punya lagi tentangmu selain pecahan-pecahan kenangan yang masih tersimpan tanpa sengaja ku simpan. Salah satunya adalah surat ini Mas, 8 Agustus 2007.



Aku benar-benar seperti orang tolol saat ini. Aku merasa tak pernah benar-benar membacanya dulu. Baru sekarang saat waktu tak mengijikan aku bisa membalasnya, aku ingin membalasnya ... begitu ingin. Ku tuliskan disini, Mas. Surat balasanku yang ingin kau baca. Semoga kau membacanya ... dari atas langit nan jauh disana ... bacalah dan yakinlah aku menulisnya dengan keadaan begitu sadar dan penyesalan yang dalam. Tersenyumlah dari atas sana. Akan kuusahakan yang terbaik dalam sisa hidupku yang mungkin lebih panjang daripada dirimu ... akan ku manfaatkan usia ini menjadi semestinya ...


Meskipun aku menangis meminta waktu 1 menit untuk melihatmu berdiri dan begitu hidup, semua itu tak akan mampu. Aku hanya bisa menyimpanmu di hati kecilku dan menanamkan bahwa aku pernah mencintaimu dan kau pernah mencintaiku. Dan saat ini adalah saatku menumpahkan segala yang ingin ku tumpahkan lalu saatku bangun kembali ke kehidupan yang sempat aku tinggalkan ... selamat jalan. tulisanku tak akan pernah cukup menggambarkan bagaimana yang tengah ku rasakan. selamat jalan ya mas.

No comments:

Post a Comment