Aku ingin sekali
hari ini adalah terakhir kali aku menuliskan namamu. Aku begitu mengetahui
namamu adalah nama yang telah terukir dan akan diselimuti kenangan. Nama yang
telah tergores dalam dan kekal di atas batu nisanmu. Dan kau yang tertidur
pulas di dalam pusara terakhirmu. Adakah yang harus aku lakukan yang lebih baik
daripada mendoakanmu, Mas ? Kau begitu siap melewati hari itu. Begitu siap.
Hari ini hari ke 3
kau pergi dan tak lagi di dunia ini. Setelah 3 Januari 2013 di RST Gatot
Subroto Jakarta. Kau menghembuskan nafas terakhir untuk kami semua ... Aku
begitu bangga kau menjadi seseorang yang begitu kuat di akhir hidupmu. Meskipun
dulu aku sempat mencerca dirimu yang begitu lemah hanya karena aku meninggalkanmu.
Tetapi aku begitu bangga, kau telah membayar segala caci yang dulu pernah ku
ungkapkan padamu. Kerapianmu, kerapianmu dalam bertakwa kepada Allah SWT
menjadikanmu pribadi yang begitu kuat menghadapi hari akhirmu. Ketika Israil
mendatangimu dan menyatakan bahwa harimu di dunia ini telah berakhir. Kau
menyempatkan menjauhkan kami yang kau sayangi agar tak menyaksikan betapa
sakitnya saat nyawa kita bergulir keluar dari tubuh rapuh ini. Aku sering
berfikir, kau begitu tega tidak menghubungiku bahkan tidak memberikanku
kesempatan untuk bersikap baik di hari akhirmu, setidaknya untuk membalas
budimu kepadaku. Tetapi aku juga menyadari, hal ini kau lakukan karena kau
begitu mengasihiku, kau tak ingin melihatku semakin sakit dan semakin terluka
kehilangan dirimu karena cerita baru yang ku ukir. Kau membiarkanku menangisi
kenangan beberapa tahun lalu daripada aku harus menangisi kenangan beberapa
bulan lalu. Terima kasih. Kau begitu bijak menentukan langkahmu. Aku tidak
mengerti bagaimana sakitnya menahan rasa sakit sendirian, tetapi kau
melakukannya dengan sangat berani dan sangat rapi. Mungkin tahun 2003 pertama
kali aku mendengar namamu, kemudian tahun 2013 aku berkata “aku pernah
mengenalmu bahkan menjadi begitu dekat denganmu.” Angka 3. 10 tahun yang ku sia-siakan.
Tapi inilah takdir. Yang tidak hanya harus aku terima namun juga aku wajib
menerimanya dengan lapang dada. Karena apapun itu, Allah SWT menginginkan itu
yang terbaik untuk kita semua. Bunga mawar yang dulu ... aku ingat kau lah
orang yang sering memberikanku hal pertama namun kau juga yang selalu ku
lupakan karena kebencianku. Sekarang aku menyadarinya, betapa aku membencimu
hanyalah selubung tipis yang berpadu dengan rasa gengsi yang selalu ku junjung
tinggi. Tuhan begitu keras mengajarkan kepadaku. Dan aku ingin belajar. Aku tak
ingin merasakan perasaan beku dan hampa seperti ini, Mas.
Aku tak sanggup
menuliskan kenangan-kenangan yang sangat berharga yang pernah kita lalui.
Tetapi beberapa yang akan kekal abadi adalah bagiaman caramu menjadi seorang
kakak yang baik untukku. Bagaimana caramu menjadi ayah yang baik untukku.
Meskipun kau orang lain kau begitu mencintaiku dan lebih menyayangiku. Kau
ajari aku mengaji, kau yang menjeputku ketika semua sibuk dengan urusannya. Kau
yang meredamkan amarahku ketika aku merasa benci untuk sekedar hidup.
Terimakasih. Telah menajdikan aku amelia yang sekarang. Betapapun baik atau
buruknya diriku. Kau pernah membentukku untuk menjadi pribadi yang lebih baik,
Mas. Adek tidak akan melupakannya.
Aku terkesan bodoh
untuk semua ini. Aku menuliskan segala hal tentangmu bahkan aku tak tahu apa
kau akan membacanya atau tidak. Tetapi aku hanya berusaha tidak menyesali
karena tidak pernah mengatakannya. Tak ada yang aku punya lagi tentangmu selain
pecahan-pecahan kenangan yang masih tersimpan tanpa sengaja ku simpan. Salah
satunya adalah surat ini Mas, 8 Agustus 2007.
Aku benar-benar
seperti orang tolol saat ini. Aku merasa tak pernah benar-benar membacanya
dulu. Baru sekarang saat waktu tak mengijikan aku bisa membalasnya, aku ingin
membalasnya ... begitu ingin. Ku tuliskan disini, Mas. Surat balasanku yang
ingin kau baca. Semoga kau membacanya ... dari atas langit nan jauh disana ...
bacalah dan yakinlah aku menulisnya dengan keadaan begitu sadar dan penyesalan
yang dalam. Tersenyumlah dari atas sana. Akan kuusahakan yang terbaik dalam
sisa hidupku yang mungkin lebih panjang daripada dirimu ... akan ku manfaatkan
usia ini menjadi semestinya ...
Meskipun aku
menangis meminta waktu 1 menit untuk melihatmu berdiri dan begitu hidup, semua
itu tak akan mampu. Aku hanya bisa menyimpanmu di hati kecilku dan menanamkan
bahwa aku pernah mencintaimu dan kau pernah mencintaiku. Dan saat ini adalah
saatku menumpahkan segala yang ingin ku tumpahkan lalu saatku bangun kembali ke
kehidupan yang sempat aku tinggalkan ... selamat jalan. tulisanku tak akan pernah cukup menggambarkan bagaimana yang tengah ku rasakan. selamat jalan ya mas.
No comments:
Post a Comment