Friday, December 9, 2011

till the end of the day

rasa itu masih berpendar dalam riu gelap dan reruntuhan yang terbakar habis. ketika semua kata menjadi hal yang percuma dan penghempasan masal yang tak memandang karsa dan rasa sebagai seorang hawa di dunia yang penuh kemunafikan ini ... aku masih tetap berlari mencari sebuah keadilan yang sebenarnya aku tahu takkan pernah aku dapatkan darinya. keadilan dimana anak adam dan hawa ditakdirkan untuk saling mencintai dan saling melindungi. bukan menyakiti atau membenci ...

Till the end of the day

Aku ingin sekali melawannya.
Aku ingin sekali lebih kuat darinya.
Tapi aku tak bisa.
Dan aku takkan pernah mengingkarinya.

Mengertilah sedikit saja, aku tak kan menyesalinya.
Menangis untuk orang yang kusayang.
Hingga akhir waktu.
Andai ini bisa membuatnya sedikit mengerti.
Bukan aku, tapi cinta.

Tapi cintaku ini tak cukup mengapainya.
Cintaku ini tak kuasa merobohkan jeruji takdir kita.
Ketika senyuman itu menjanjikanku bahagia.
Haruskah aku menarik tanganmu?
Ketika ku dapati kau hendak pergi?
Ataukah aku diam,
Menatap siluetmu yang hilang perlahan.

Bahwa yang robek itu akan tetap demikian …
Dan yang utuh akan tetap demikian pula …
Tuhan di atas segalanya …
Tuhan melihat senyata-nyatanya …

Langit,
Katakanlah padanya,
Bahwa suatu saat pisau tajam itu akan menghujamnya …
Tentu saja aku takkan pernah meminta ini.
Jika mencintainya adalah sebuah kesalahan,
Maka biarkan hanya aku yang bersalah ...

Aku memang ‘tak pernah memiliki hatinya,
Hatinya milik orang lain, bukan aku.
Dan aku berusaha menerimanya.
Membasuh hatiku dengan darah kecewa.
Biarkan air mataku basah malam ini…
Biarkan aku berkubang luka malam ini …
Biarkan sembilu menusukku malam ini…
Biarkan pisau menggoresku malam ini…
Takkan terasakan semua hujaman itu…
Karena aku mencintainya Tuhan, dan aku tak meminta balas darinya.
Semua tak ada artinya bagiku.
Hanya menapaki raganya yang utuh,
Tanpa secuilpun cintanya.

Mungkin dia pernah menyadarkanku.
Ketika kutepakkan kakiku keluar dari ruang itu.
Seharusnya aku melupakannya.
Tapi aku hanya tersenyum.
Aku tak sanggup.

Aku terduduk di sini.
Mengitari sampai titik penghabisan mataku.
Tetap tak ku temukan sosoknya.
Hingga darah tak lagi membasahi nadiku.
Hingga syaraf tak lagi mengirim impuls.
Dan ketika tubuhku menolak oksigen yang masuk.
Aku mencintainya.

Aku tetap mengharapkannya.
Tetap menunggu.
Tetap menanti.
Andai sunyi telah terdapuk dalam relung ingatku.
Berikan aku secelah suci.
Untuk menghapus yang semestinya .
Untuk mengingat yang semestinya .
Hingga akhir waktu

No comments:

Post a Comment