Tuesday, September 3, 2013

enemies ???



Harum tanah basah.
Aku demikian menyukai keadaan itu, ketika panas menyengat penuh debu, kemudian guyuran air air .... debu yang menggebu, berlarian berkejaran dengan kecepatan air yang akan menimpanya. Hingga harumnya, harum hambar yang segar. Entah bagaimana cara mendeskripsikannya dengan tepat. Karena aku tak pandai berdeskripsi, maka aku tak cukup baik untuk mendeskripsikannya.

Seperti air yang menghujamnya. Seperti itulah kamu. Ya, bukan kamu mungkin. Bukan juga kamu, atau kamu, atau siapa saja yang membaca ini. Cukup bagi kalian yang merasa telah menjadi seorang ‘kamu yang sangat objektif. Kamu. Kamu dan kamu. Adalah penonton yang tak pernah menghargai dan menyikapi alur cerita dengan seksama. Cerita ini telah disutradarai oleh orang yang handal, bahkan diskenario sesuatu yang kekal. Baiklah, ada Tuhan dan takdir diatas segala-galanya.

“Jangan hakimi aku.”

Sekali lagi. Aku tak mengerti itu apa. Apakah erangan, pintaan, rintihan, permohonan, kecaman, atau cambukan yang pantas kamu terima. Yang jelas aku mengatakan hal ini dengan penuh kesadaran. Aku dihakimi, bukan Tuhan. Tapi kamu.

Hey. Kamu makhluk sosial. Ya, aku sepenuhnya mengetahui aku makhluk sosial yang takkan bisa hidup tanpa uluran tangan dari orang lain. Tapi bukan seperti ini caranya. Bukan seperti ini. Sengaja diulang. Agar semuanya semakin jelas.
Aku bukan peminta atau pemelas yang akan selalu terlihat rapuh dan tak bisa. Tak perlu ku ceritakan bagian terpahit atau tersakit dalam kehidupan yang aku jalani karena ini total milikku bukan milikmu.
Bicaralah selagi kamu bisa. Teruslah menjadi seseorang tolol yang menjelajahi dan menjajah hidup seseorang. Karena itu hanya akan dilakukan oleh orang-orang yang tak cukup memiliki kesibukan di dunia ini, bahkan ia tak sempat mengingat “sempurnakah aku.” Sungguh indah kalau kamu menilai dirimu itu sudah sempurna dan mahsum dari dosa.
Aku sekedar menjalani semua ini sesuai jalan yang takdir berikan. Aku berjalan, aku berlari, aku juga pernah berhenti. Semua itu terjadi sesuai dengan apa yang telah digariskan.
Salah ?
Berusahalah memandang ini dari 2 sudut pandang. Jadilah orang yang bijaksana dalam menilai dan menghormati keputusan seseorang. Kalian akan begitu marah hanya karena kalian tak tahu bagaimana rasanya.
Ketika panas menyengat, kemudia air menghujamnya randuh ...
Itulah aku.
Aku tak suka menunggu selagi itu adalah hal yang terbaik menurutku. Yang terbaik bagiku, belum tentu yang terbaik untuk kalian, yang terbaik dari Tuhan belum tentu yang terbaik untukku atau kalian. Jadi apa lagi yang harus dipertanyakan ? kita diciptakan memang berbeda. Marilah menghormati Tuhan karena menciptakan kita berbeda.
Kita dilarang memaksakan pikiran kita kepada orang lain. Itu teori. Yang bukan pikiran kita artinya kita tidak bahagia. Jadi intinya jangan memaksakan kebahagiaan sendiri. Sadarkah ? ketika kalian mengatakan itu kalian sedang mempraktekan hal yang kalian larang untukku. Kalian memintaku untuk tidak memaksakan pikiranku, tapi kalian sedang memaksakan pemikiran kalian terhadapku. Mana adil ?

No comments:

Post a Comment