Jelas sekali
penulisan judul yang hanya akan menambah kontraversi disini. Jika aku bersalah,
seharusnya aku tak menyalahkan dunia, apalagi membawa-bawa manusia di dunia ini
dengan kata ganti ‘kita’. Yaah seems like “Ha ? KITA ? LO aja kaliii ~”
sepertinya pagi ini masih menjadi pagi mager yang ulala ... tapi yasudahlah. Lagipula
pagi yang ku sebut pagi adalah hari dengan terik mentari. Ini pagiku, bukan
pagi kalian. Ini baru 64 kata loh. Tapi uda bengong aja di depan laptop. Udah
lama ga nulis ya mel ? hehe ... iya jadi ceritanya aku kelamaan jadi zombie.
Apa-apa yang aku suka rela aku stop semua. Apa-apa yang aku suka ... terus apa
sih yang aku dapet sekarang ? engga dapet apa-apa. Tusukan dari belakang malah
iya. Biarkan keabsurd-an ini mengalir seperti air. Ijinkan tulisan kacau ini
tetap tertulis sampai dengan penulisnya menemukan arah yang hilang.
Dunia ini
sudah tidak se-konsisten dulu. Atau kita ? mungkin hanya aku ? roda kehidupan
ini berputar begitu cepatnya bahkan terlalu cepat seperti seseorang tanpa
prinsip yang jelas. Sedih, duka, tawa, bahagia, pertemuan, perpisahan,
penghianatan, kejujuran, kebohongan. Kini menjadi siklus yang nampaknya
diperpendek dan dimodifikasi sedemikian rupa. Entah siapa yang bermain di dalam
sirkuit bodoh ini. Siapa dalangnya. Siapa penulis skenarionya. Seperti ombak
yang berlomba begulung ke pantai yang memeluknya erat. Tak ingin menuliskan
sesuatu.
Pernahkah
merasa di dalam kepala ini penuh dengan benang kusut dan tengah berusaha menguraikannya
sedikit demi sedikit meskipun nampaknya begitu kacau ? aku terjebak dengan rasa
cinta yang ku ciptakan sendiri. Aku dihancurkan oleh perasaan kasih itu
sendiri. Tuhan siapa yang mengatakan kasih itu selalu baik. Kasih terkadang
menghancurkan kita sendiri dan hanya mencetak kita menjadi manusia lemah
penerima takdir dan tak berprinsip belaka. Worth it. Hati-hati pada orang-orang
yang ‘terkasih’ ketika kita mengasihi mereka, tak selamanya mereka mengasihi
kita seperti apa yang kita ekspektasikan. Hey ? what tha hells that ?? ini
bukan media pencucian otak. Calm down. Once upon a time, seekor burung dara itu
begitu menawan dan terbang kesana kemari. Berteman dan berkawan dengan siapa
saja. Tersenyum dengan lebarnya. Kecerdasan tanpa batas berbagi. Dan
seluruhnya. Tetapi ia mencintai belati ... belati yang setiap hari harus diasah
dengan menggesekkannya pada sayapnya. Seiring waktu berlalu ... sayap itu kini
telah terluka dan patah. Aku tak meminta apapun, bagiku tak mengapa aku tak
terbang asal aku tak dihianati begitu saja. Tetapi aku salah. Ketika sayapku
rapuh dan patah ... belati itu tak bisa lagi mempertajam dirinya. Ketika ia
menajam semakin hari menajam meskipun dengan basah darahku sendiri, ia akan
pergi memamerkan ketajamannya kini. Jadi ...
“Kawan, teruslah berlari ketika kau merasa hal itu berguna untuk masa depanmu kelak. Jangan lemah hanya karena seseorang yang nampaknya terlalu mencintaimu. Ketika ia terlalu mencintaimu, terkadang ia menghentikanmu berlari dan membuatmu tak bisa berlari lagi. Ia tak rela kau berlari lebih jauh. Tatapi ia tak ingin mengejarmu. Kemudian ketika kau berhenti, maka ia akan berlari meninggalkanmu. Karena sejak kita masih terpisah menjadi ovum dan sperma, kita berkompetisi. Pastikan dirimu berkompetisi seumur hidupmu. Karena apa yang ia katakan tak selalu sama dengan apa yang ingin kau perjuangkan. Tetapi apa yang kau perjuangkan adalah kepastian untuk kehidupanmu mendatang.” -@melianasution
I just need to
be more konsistant and BRAVE.
Aku hanya
butuh sebuah keberanian. Keberanian untuk berfikir jika memang semua ini adalah
hal buruk, ini semua mimpi buruk. Tetapi aku adalah pemimpi. Pengharap.
Sesempit apapun celah itu aku berharap untuk sebuah kebaikan. Meskipun akhirnya
celah itu dirobek dan berakhir dengan luka menganga yang basah. Kemudian aku
akan berfikir, setidaknya aku telah berjuang. Tetapi membuat diri kita selalu
terluka adalah hal yang bodoh, bukan suatu perjuangan. Aku ini adalah teman
terbaik luka.
Kuukirkan
keindahan di atas air yang keruh
Meskipun
aku tak melihat ukiranku sendiri, aku percaya aku merasa indahnya
Terus
kupolakan bibirku untuk selalu tersenyum meski mata terasa basah
Kupatrikan
untuk selalu mencintai meski tersakiti
Hingga
suatu titik...
Aku
melihat kenyataan senyata-nyatanya ...
Air
yang keruh. Ukiran kebahagiaan semu yang hilang.
Dan
aku dipaksa berjuang
Untuk
sadar.
Lepas
dari penjara yang ku ciptakan sendiri
Dan
tak semudah apa yang kalian bayangkan.
Sebab
malam kita.
Selamat
pagi. Pagi ini pagiku dan pagimu. Bukan pagi kita.
Begitulah
dunia bercengkerama
Dengan
kenaifan berlebihan.
Dunia
ini kehilangan kohesi dan adhesi
Dunia
ini kehilangan konsistensinya
Karena
keslahan ?
Manusianya.
No comments:
Post a Comment