Saturday, September 21, 2013

tanpa judul


Begitu indah rasanya, ketika kita mampu mencintai tanpa mengharap balasan yang pasti. Ya. Indah bukan. Hanya sekedar mengoreksi diri sendiri, selama ini aku terlalu sibuk dengan segala harapan-harapan dan mimpi-mimpi yang ku ciptakan sendiri ...

Aku terlalu sibuk dengan segala obsesiku untuk merubahmu. Merubahmu untuk kembali bisa mencintaiku seperti dahulu. Mencintaiku seperti saat pertama kali kita jatuh hati. Terlalu sibuk memintamu untuk kembali mengarungi kehidupan bersama-sama, terlalu sibuk memintamu kembali memperjuangkan kebersamaan kita. Tanpa aku tersadar ... kau telah pergi begitu jauh. Dan siapa aku ? aku hanya aktris dalam sandiwara ini ...

Ada hal yang lebih mudang yang ku lupakan selama ini.

Mencari jalan untuk ‘ikhlas’.

Keikhlasan memang bukanlah sesuatu yang direncanakan, dibicarakan, dan akan dipamerkan. Semua orang memburunya karena ia mampu menghadirkan perasaan tenang dalam kehidupan. Begitu pula dengan aku ....
Banyak hal yang kini begitu menyakitkan untukku ... aku terlalu sibuk memintamu, terlalu sibuk berusaha membuatmu kembali kepadaku, berusaha membuatmu tidak melakukan hal-hal yang mampu menyakitiku ... ya aku terlalu sibuk untuk 1 keegoisan ini. Tanpa sadar, ada hal yang lebih mudah ku lakukan tanpa mengusik kehidupanmu. Seharusnya aku memahami ini sedari dulu, ya. Menutup kedua mataku.

Setiap menit kini berjalan seperti halnya pesakitan yang ingin segera sembuh namun dengan kebersamaan. Sedangkan pesakitan tersebut ada karena kebersamaan. Bagaimana indahnya hari menyimak sebuah kebenaran di dalam riu kebohongan dan bagaimana nista kebohongan di dalam sebuah kebenaran. Semuanya terbungkus rapi oleh keadaan ...

“I love you a thousand years ... I love you a thousand more ...”

Seringkali aku mengatakan hal demikian dulu. Ya, aku mencintaimu sepanjang hidupku. Seperti nafasku sendiri. Banyak yang ku pelajari sampai dengan detik aku menuliskan tulisan ini tentunya. Banyak sekali kenangan yang ada. Barangkali aku terlalu menghabiskan waktu untuk terlalu bersama-sama. Sampai akhirnya kini tak ada lagi yang menyebutku dan menganggapku ibu negara. Sampai detik ini tak ada lagi yang bangga bercerita bahwa aku orang yang dicintai. Aku menahan tangis dan ada ngilu di dada yang mendesak ingin meledak ketika menuliskan hal ini. Terang saja aku belum kuat untuk menerima segala hal yang terjadi kini. Tetapi kenyataan terus memaksaku untuk sadar dan membuka mata. Masaku telah berlalu, seperti halnya waktu, tak akan terulang kembali seperti dulu. Keindahannya hanya dapat dinikmati dari kenangan yang kadang pula terasa begitu menyakitkan.

Betapa nikmatnya ketika kita masih bisa merasakan jatuh cinta berkali-kali. Anugerah. Tetapi merupakan suatu anugerah yang teramat indah ketika kita merasakannya berkali-kali pada orang yang sama. Sampai aku menuliskan ini, tak ada secuilpun bagian dari hatiku terbagi untuk orang lain. Perasaan ini masih begitu utuh untukmu. Sekalipun kenyataan ini tetap harus ku terima adanya ...

Aku kehabisan cara untuk menggambarkan perasaanku saat ini.

Aku hanya tau aku begitu mencintaimu dan aku begitu ingin berjuang kembali. Tetapi berkali-kali aku ditendang untuk terjatuh kembali ... kebersamaan yang ku inginkan adalah inginku saja. Bukan inginmu. Hanya aku yang takut kehilangan. Tak lagi kita. Tak ada kita dalam cerita yang tersisa di kehidupan dunia ini. Yang ada hanya angkuhnya aku dan angkuhnya kamu.

Ku paksakan untuk membuka mata ini lebih lebar. Aku tak ingin menjadi seseorang egois yang memaksakan kehendakku. Aku juga tak ingin lebih lama mengganggu kehidupanmu. Tak ada yang ku dapatkan. Bisa jadi semua ini hanya bentuk belas kasihanmu. Aku merasakan sendiri orang yang begitu ku cintai berubah. Cintanya hilang. Di saat cintaku masih begitu utuh. Ya, seperti ingin mati rasanya. Haha.

Kita berbeda.

Ya, kita memang berbeda. Dari awal kita menyadarinya. Tau resikonya. Sebuah kebenaran dalam kebohongan yang masih akan menyakiti hatiku ketika aku ingat adalah ... janjimu yang takkan meninggalkan aku hanya karena kita berbeda iman. Karena kita sudah mengetahuinya sejak awal. Kita berdua yang bersepakat untuk memperjuangkan. Tetapi hal inilah yang memisahkan kita akhirnya. Memisahkan kita dengan sepihak. janji yang teringkari dan terpaksa aku harus merasa terbohongi :) setelah ku serahkan semua cintaku ... hanya seperti ini. sampai ini.

Seperti ikan yang dipaksa hidup di daratan. Begitulah hidup yang ku jalani kini. Sakit.

Tetapi aku tetap ingin hidup. Aku tak meminta banyak kali ini. Aku tak lagi memupuk mimpi. Tak lagi memaksamu untuk mencintaiku. Karena memang perasaan itu tak dapat dipaksakan. Aku hanya ingin sembuh Tuhan. Kembalikan diriku yang dulu. Hanya itu. Aku tak meminta orang baru, aku pula tak meminta suatu saat ada penyesalan di antara kita.

Telah ku usahakan mengubur keinginan duniawiku untuk bersamamu. Ku biarkan cintaku untukmu tumbuh sedemikian liarnya menyakitiku. Cinta yang ku rasakan sendiri. Dan takkan kau rasakan lagi bagaimana indahnya J

Selamat jalan sayangku J sesak rasanya menuliskan ini ... tetapi aku memang harus menyadarinya. Meskipun aku tak tau kapan aku berhenti mencintaimu, tetapi aku harus tau kapan aku harus pergi dan tidak mengganggu kehidupanmu lagi.

Aku yang disini begitu kuat untuk menjalani tiap detik dengan pesakitan. Siapa bilang aku lemah ? aku masih selalu amelia yang dulu. Aku akan selalu tersenyum dengan segala penolakan yang kamu berikan. Aku akan berusaha selalu tersenyum meski air mataku berlinang penuh kekecewaan. Aku akan selalu tersenyum meskipun aku harus pergi menjauh. Tuhan, aku menerima takdirMu apa adanya. Begitu sakit rasanya ketika kamu membentakku. Tapi kinipun aku hanya ingin diam dan tersenyum saja.

Aku akan selalu belajar tersenyum ... untuk semua keindahan kehidupan, sampai aku mengenal arti kesejatian dari sebuah senyuman.

No comments:

Post a Comment