Begitu indah rasanya, ketika kita
mampu mencintai tanpa mengharap balasan yang pasti. Ya. Indah bukan. Hanya sekedar
mengoreksi diri sendiri, selama ini aku terlalu sibuk dengan segala
harapan-harapan dan mimpi-mimpi yang ku ciptakan sendiri ...
Aku terlalu sibuk dengan segala
obsesiku untuk merubahmu. Merubahmu untuk kembali bisa mencintaiku seperti
dahulu. Mencintaiku seperti saat pertama kali kita jatuh hati. Terlalu sibuk
memintamu untuk kembali mengarungi kehidupan bersama-sama, terlalu sibuk
memintamu kembali memperjuangkan kebersamaan kita. Tanpa aku tersadar ... kau
telah pergi begitu jauh. Dan siapa aku ? aku hanya aktris dalam sandiwara ini
...
Ada hal yang lebih mudang yang ku
lupakan selama ini.
Mencari jalan untuk ‘ikhlas’.
Keikhlasan memang bukanlah
sesuatu yang direncanakan, dibicarakan, dan akan dipamerkan. Semua orang
memburunya karena ia mampu menghadirkan perasaan tenang dalam kehidupan. Begitu
pula dengan aku ....
Banyak hal yang kini begitu
menyakitkan untukku ... aku terlalu sibuk memintamu, terlalu sibuk berusaha
membuatmu kembali kepadaku, berusaha membuatmu tidak melakukan hal-hal yang
mampu menyakitiku ... ya aku terlalu sibuk untuk 1 keegoisan ini. Tanpa sadar,
ada hal yang lebih mudah ku lakukan tanpa mengusik kehidupanmu. Seharusnya aku
memahami ini sedari dulu, ya. Menutup kedua mataku.
Setiap menit kini berjalan
seperti halnya pesakitan yang ingin segera sembuh namun dengan kebersamaan. Sedangkan
pesakitan tersebut ada karena kebersamaan. Bagaimana indahnya hari menyimak
sebuah kebenaran di dalam riu kebohongan dan bagaimana nista kebohongan di
dalam sebuah kebenaran. Semuanya terbungkus rapi oleh keadaan ...
“I love you a thousand years ... I love you a thousand more ...”
Seringkali aku mengatakan hal
demikian dulu. Ya, aku mencintaimu sepanjang hidupku. Seperti nafasku sendiri. Banyak
yang ku pelajari sampai dengan detik aku menuliskan tulisan ini tentunya. Banyak
sekali kenangan yang ada. Barangkali aku terlalu menghabiskan waktu untuk
terlalu bersama-sama. Sampai akhirnya kini tak ada lagi yang menyebutku dan
menganggapku ibu negara. Sampai detik ini tak ada lagi yang bangga bercerita
bahwa aku orang yang dicintai. Aku menahan tangis dan ada ngilu di dada yang
mendesak ingin meledak ketika menuliskan hal ini. Terang saja aku belum kuat
untuk menerima segala hal yang terjadi kini. Tetapi kenyataan terus memaksaku
untuk sadar dan membuka mata. Masaku telah berlalu, seperti halnya waktu, tak
akan terulang kembali seperti dulu. Keindahannya hanya dapat dinikmati dari
kenangan yang kadang pula terasa begitu menyakitkan.
Betapa nikmatnya ketika kita
masih bisa merasakan jatuh cinta berkali-kali. Anugerah. Tetapi merupakan suatu
anugerah yang teramat indah ketika kita merasakannya berkali-kali pada orang
yang sama. Sampai aku menuliskan ini, tak ada secuilpun bagian dari hatiku
terbagi untuk orang lain. Perasaan ini masih begitu utuh untukmu. Sekalipun kenyataan
ini tetap harus ku terima adanya ...
Aku hanya tau aku begitu
mencintaimu dan aku begitu ingin berjuang kembali. Tetapi berkali-kali aku
ditendang untuk terjatuh kembali ... kebersamaan yang ku inginkan adalah
inginku saja. Bukan inginmu. Hanya aku yang takut kehilangan. Tak lagi kita. Tak
ada kita dalam cerita yang tersisa di kehidupan dunia ini. Yang ada hanya
angkuhnya aku dan angkuhnya kamu.
Ku paksakan untuk membuka mata
ini lebih lebar. Aku tak ingin menjadi seseorang egois yang memaksakan
kehendakku. Aku juga tak ingin lebih lama mengganggu kehidupanmu. Tak ada yang
ku dapatkan. Bisa jadi semua ini hanya bentuk belas kasihanmu. Aku merasakan
sendiri orang yang begitu ku cintai berubah. Cintanya hilang. Di saat cintaku
masih begitu utuh. Ya, seperti ingin mati rasanya. Haha.
Kita berbeda.
Ya, kita memang berbeda. Dari awal
kita menyadarinya. Tau resikonya. Sebuah kebenaran dalam kebohongan yang masih
akan menyakiti hatiku ketika aku ingat adalah ... janjimu yang takkan meninggalkan
aku hanya karena kita berbeda iman. Karena kita sudah mengetahuinya sejak awal.
Kita berdua yang bersepakat untuk memperjuangkan. Tetapi hal inilah yang
memisahkan kita akhirnya. Memisahkan kita dengan sepihak. janji yang teringkari dan terpaksa aku harus merasa terbohongi :) setelah ku serahkan semua cintaku ... hanya seperti ini. sampai ini.
Seperti ikan yang dipaksa hidup di
daratan. Begitulah hidup yang ku jalani kini. Sakit.
Tetapi aku tetap ingin hidup. Aku
tak meminta banyak kali ini. Aku tak lagi memupuk mimpi. Tak lagi memaksamu
untuk mencintaiku. Karena memang perasaan itu tak dapat dipaksakan. Aku hanya
ingin sembuh Tuhan. Kembalikan diriku yang dulu. Hanya itu. Aku tak meminta
orang baru, aku pula tak meminta suatu saat ada penyesalan di antara kita.
Telah ku usahakan mengubur
keinginan duniawiku untuk bersamamu. Ku biarkan cintaku untukmu tumbuh sedemikian
liarnya menyakitiku. Cinta yang ku rasakan sendiri. Dan takkan kau rasakan lagi
bagaimana indahnya J
Selamat jalan sayangku J sesak rasanya menuliskan ini ... tetapi aku memang harus menyadarinya. Meskipun aku tak tau kapan akuberhentimencintaimu, tetapi aku harus tau kapan aku harus pergi dan tidak mengganggu kehidupanmu lagi.
Aku yang disini begitu kuat untuk
menjalani tiap detik dengan pesakitan. Siapa bilang aku lemah ? aku masih
selalu amelia yang dulu. Aku akan selalu tersenyum dengan segala penolakan yang
kamu berikan. Aku akan berusaha selalu tersenyum meski air mataku berlinang
penuh kekecewaan. Aku akan selalu tersenyum meskipun aku harus pergi menjauh. Tuhan,
aku menerima takdirMu apa adanya. Begitu sakit rasanya ketika kamu membentakku.
Tapi kinipun aku hanya ingin diam dan tersenyum saja.
Aku akan selalu belajar tersenyum
... untuk semua keindahan kehidupan, sampai aku mengenal arti kesejatian dari
sebuah senyuman.
No comments:
Post a Comment